Minggu, 13 September 2020

gua mau ngomel nih ceritanya

 Yo.


Kalo orang yang nggak gua kenal sih, gua biasanya nggak langsung pengen naik darah. Biasanya.

Nah ini salah satu anggota keluarga besar gua, sehingga gua jadi pengen ngomel. Mari gua mulai.


Story di WA.

Oooh story di WA. Story Instagram untuk orangtua, kecuali orangtua gua. Mereka memang panutanku.

Jadi, gua mampir ke WA untuk berusaha ngobrol ke seseorang. Eh doi nggak online, jadinya gw kzl bet tw gk sh.

Terus gua bukain story yang bisa gua lihat supaya notifikasinya hilang. Gua emang sensitif kalau ada notifikasi atau tombol yang kelap-kelip di media sosial gua.

Ada 3 story secara keseluruhan. Ada 2 yang bikin gua bertanya tentang esensinya. Nah gua mau ngomel tentang yang 2 ini, yang pertama adalah video dan yang kedua adalah gambar.


Videonya nampilin satu orang mbak-mbak yang ngomong pake Bahasa Inggris, kira-kira gini (gua terjemahin biar hits dan dengan perubahan): Halo, penonton. Kamu belum hidup kalo belum menolong orang lain. Kalo kamu liat orang yang nggak mampu dan kamu bikin mampu, itu baru yoi banget. Peace! (mic drop).


Gambarnya itu pulau melayang (pilihan yang aneh, menurut gua, karena nggak sejalan dengan tulisan yang tertera) dengan beberapa baris teks. Salah satu kalimatnya berbunyi gini (dengan perubahan): Jangan membanding-bandingkan hidup anda dengan orang lain.


Gua belom ngomel juga ya.

JADI, GINI.

Gua nggak bermasalah dengan 2 konten ini secara terpisah. Masing-masing punya pesan yang menguatkan, yang memotivasi. Mungkin nggak berlaku untuk semua orang atau semua situasi, tapi pada dasarnya bisa dibawa ke "isinya pesan yang bisa memotivasi orang di situasi tertentu." Very nice.

Gua bermasalah dengan dua-duanya ada di satu rangkaian story.

Pas gua liat videonya dan lanjut ke gambarnya, otak gua mikirnya kayak gini:

Oke. Tadi gua dibilang untuk menolong orang yang kurang mampu. Gua rasa gua belum pernah melakukan hal tersebut, jadi kalau gua liat ada kesempatan muncul, mungkin akan gua lakukan. Eh ada gambar. Hmmm hmmm hmmm. Iya sih, kehidupan kita ya punya kita dan kehidupan orang ya punya orang. Hmmm hmmm. Hmmmm hmmmm. Eh eh eh EH EH EH EH GIMANA GUA BISA TAU KALAU SESEORANG ITU LEBIH TIDAK MAMPU DARI GUA KALAU GUA NGGAK NGEBANDINGIN KEHIDUPAN GUA DENGAN KEHIDUPAN ORANG TERSEBUT WOY WOY WOY!

Gitu.


Semoga cuma gua yang melihat polanya dari sudut pandang ini.

Seru sih ngeliat pola-pola ketika (mungkin) nggak ada pola untuk dilihat, tapi isi kepala lu bakal keisi sama yang kayak gini. Kalau lu perlu bahan pikiran, ini super menarik. Kalau lu udah ada pikiran tapi tetep seneng mikirin yg kayak gini, berarti lu itu gua.


Yoho~ 

Sabtu, 12 September 2020

gua mau ngamuk sedikit nih ceritanya

 Yo.


Mungkin lu tau kalau gua punya akun di beberapa media sosial dan kalau lu beneran tau, gua hampir nggak pernah ngamuk, ngomel, memaki orang dengan tujuan memaki, atau hal-hal lain yang mesti gua pertanggungjawabkan karena gua males mempertanggungjawabkannya.

Nah.

Kali ini, gua mau coba ngamuk di blog ini, seperti yang kayaknya pernah gua lakukan pas masih di HiuBuaya. Demi kesehatan nih. Gua takutnya malah jadi darah tinggi. Uban gua udah mendukung opini orang bahwa gua itu tua soalnya. Apalagi sedikit orang yang mampir di blog ini, jadinya lebih bagus lagi.)


Oke mari kita mulai.

Barusan gua mampir ke Instagram dengan niat mau liat temen-temen gua yang pake Instagram juga lagi ngapain sih. Ooh naik sepeda. Ooh ngopi. Ooh main futsal.

Nah. Gua liat 1 story temen gua yang isinya postingan orang lain. Gua penasaran, gua mampir.

Caption-nya (dengan perubahan) : Orang terkaya di Indonesia nyurati Pakde Presiden.


*Seru banget tuh ya dari judulnya. Isinya ada beberapa foto dan nggak nampilin keseluruhan "surat" tersebut. BOSQUE! Sampeyan bikin caption dengan rasa-rasa "ini yang doi katakan ke orang yang dikirimi". Tolong tampilin dengan lengkap dong. Gua udah niat baca kan pas dateng. "Oooh menarik!" TAPI TERUS GAK LENGKAP KAN ASEM JADINYA. Untuk selanjutnya, mungkin pandangan gua jadi lebih sempit karena gua gak dapeti info yang lengkap dan gua itu netizen. Kan gak seru kalo begitu.


*Gua baca kan tuh yang disajikan (terima kasih atas makanannya.) Surat ini dari orang Indonesia untuk orang Indonesia, berarti kan bakal afdol dan lezat kalo sesuai kaidah surat-menyurat, menurut gua. Tapi doi nulis beberapa istilah pake Bahasa Inggris. COY! COY! COY!

global covid research

measure circuit breaker

Port Singapore

Air-con

Testing, Isolasi, Tracing dan Treatment

Contact Tracing, dan ada beberapa yang lain yang males gua ketik. Karena yang disajikan nggak lengkap, gua gatau apakah ada yang lain.

BRO! Setau gua bisa dicetak miring, BRO! MINIMAL DICETAK MIRING! Oke mungkin global covid research itu lebih endes kalo ditulis pake Bahasa Inggris karena itu hal global dan belum umum/belum dilakukan di Indonesia (dalam hal metode, fasilitas yg ada, dsb.) Cetak miring, Malih!

Port Singapore? Barusan gua Googling, ga ada cuy Port Singapore. Adanya Port of Singapore alias Pelabuhan Singapura. Diksi bukan fiksi.

Btw, pendingin ruangan itu legal kok untuk dipake di surat, kecuali ada peraturan baru yang gua nggak tau.


*GUA BARU NEMU SESUATU LAGI!

Kalau lu belum kebayang, gua nulis ini sambil baca postingan terkait dan komentar-komentarnya supaya gua tetep emosi dan kesan/pesan dari postingan gua tetap menjiwai semangat ngamuk yang sama.

DIA NULIS "sanksi sanksi" TANPA GARIS! AAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!!


*HURUF BESAR DI DEPAN KALIMAT AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!!

______________________________________________

TAMBAHAN PER 13/9/2020, 12h57 GMT+1

--------------------

Gua baru inget sesuatu! Otak gua inget sesuatu!

Pembuat surat ini NULIS REFERENSI GAK PAKE ATURAN PENULISAN REFERENSI! PLUS DIA TEMPATIN LINK DARI SITUS BERITA SEBAGAI REFERENSI PERTAMA KETIKA (MENURUT GUA) DIA BISA PAKE KUTIPAN DARI JURNAL ILMIAH ATAU YANG MUNGKIN SETARA GITU.

Gitu deh.

______________________________________________


Gitu deh. Sepertinya gua udah cukup ngamuk atas dasar postingannya. Lega juga ya. Gua langsung merasa lebih sehat. Gua belum merasa kalau gua itu masokis, tapi gua akan baca lagi beberapa komentar di postingan ini dan ngamuk lagi.


*Contoh komentar 1 (dengan perubahan): suratnya dari pemilik Mall, pantesan dia khawatir, nice try.

Pengetahuan nih buat gua. (+1 knowledge)


*Contoh komentar 2, esensinya: Cerita berita duka dan chat log dari almarhum ke temennya.

WOW WOW WOW! Gokil! Menurut gua ini nggak menghormati almarhum. Disrespectful and shameful! Gua mendukung penghormatan ke orang yang sudah meninggal sebagai selebrasi atas kehidupannya, sebagai rasa syukur kita karena orang tersebut pernah kita kenal, pernah kenal kita, dan emang ada artinya buat kita. Tapi yang gua tangkap dari komentar ini adalah rasa takut, rasa sedih, dan kesedihan dari almarhum. Gua nggak butuh rasa itu. Gua juga nggak yakin kalau info ini disebar sesuai ijin orang-orang yang terlibat, kan gua nggak kenal nama-nama yang disebut. Yang lebih gua gak butuh adalah kesedihan almarhum. Menurut gua ini situasinya sama kayak kalau kamera TV untuk berita live meliput suatu musibah dengan nyorotin muka sedih dan tangis dari korban musibah tersebut. Iya, musibah. Iya, sedih. Iya, kasihan. Tapi jangan malah mampangin orang lagi nangis di depan seluruh dunia, dong. Kecuali judul beritanya tentang kesedihan manusia, komentar gua gak berlaku.

(-1 respect)


*Contoh komentar 3 (dengan perubahan): orang kaya ngasih solusi

Nyeh.

Dari yang gua baca, dia nawarin solusi, bukan ngasih solusi (-1 correctness.) Dia orang kaya, jadi +1 correctness.

Kalo ngasih solusi itu contohnya, lu masak dan kasih makanan untuk orang yang lapar. "Mie ayam itu enak, lho. Gua bisa masak nasi goreng juga buat lu." Itu tawaran solusi, bukan ngasih solusi.


*Contoh komentar 4 (dengan perubahan): yey mesti orang2 yg punya akses yang bergerak

Bleh.

Gua rasa orang ini sudah menyerah sama hidup, yang mana itu rasanya nggak manusiawi. Apakah orang ini merasa dia nggak punya akses sehingga nggak harus bergerak? Semoga nggak. Apakah dia merasa orang kaya ini bergerak karena dia punya akses? Bisa jadi, gua juga nggak punya street smarts untuk urusan ini, tapi rasanya ini kurang lengkap untuk jadi bahan pikiran.

Di jaman yang katanya semua orang butuh empowerment, komentar ini super pasrah dan mancarin aura super lemah, makanya gua jadi emosi.


*Contoh komentar 5 (dengan perubahan): keren! sesuai aspirasi!

SESUAI ASPIRASI APANYA YANG KEREN

SEMUA ORANG YANG BISA MIKIR, BISA PUNYA ASPIRASI

"ENAK NIH MAKAN SIANG NASI GORENG" ITU ASPIRASI JUGA TAPI NGGAK ADA KERENNYA AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!!


*Tadinya gua biasa aja, tapi sekarang gua kurang sreg dengan penggunaan "IMHO". Dulunya menurut gua itu cuma sekadar bumbu-bumbu, rasa-rasa, icip-icip-lezat-untuk-diketik-di-Kaskus.

Kok sekarang rasanya jadi tameng super kuat untuk menangkal sanggahan.

"Kan gua sampein opini gua dengan humble (emoji sedih)." heuheuheuheuheuehue


*Contoh komentar 6 (dengan perubahan): Hajar, Pak!

KALO MAU HAJAR ORANG JANGAN PAKE TANGAN ORANG LAIN

GAK SERU KALAU DARAH MUSUH LU NGALIRNYA DI TANGAN ORANG LAIN


*Contoh komentar 7 (dengan perubahan): gokil pak bos turun tangan

Kecuali untuk alasan keakraban, lucu-lucuan, atau emang gua dapet duit dari orang tersebut, gua sih nggak mau manggil seseorang sebagai 'bos'.


Akhirnya gua sampe di ujung kolom komentar.

Gua jadi pengen makan jajanan untuk memulihkan energi yg kepake.


Udahan dulu deh.

Yoho~

Rabu, 09 September 2020

abis ngobrol anonim nih ceritanya

 Yo.


Gua kadang masih ke omegle. Gitu.


Kemaren gua ngobrol dengan seseorang yang anonim. Bla bla bla, umur belum keluar, BOOM! gua dibilang om-om.

Gua berjiwa tua, jadinya gua paham. Gua bilang kalo gua gak paham Spotify (sampai sekarang gua gak pernah pake Spotify, Shazzam, dan aplikasi streaming musik atau aplikasi sejenis, gua pun gak yakin kalau gua masukin 2 aplikasi itu ke kategori yang tepat.) Gua bilang kalo gua gak paham Snapchat (sampai sekarang, gua gak pernah pake Snapchat. Gua sempet mau pake, tapi trennya udah lewat sehingga sampe sekarang gua gak pernah pake aplikasi itu.)


Terus, adek ini (dia ngakunya lebih muda dari gua), ngakunya (lagi-lagi) agak ngeri sama om-om S2 di luar negeri yang ada di omegle karena dia pernah ketemu sama seorang om-om yang kuliah S2 di Jerman. Dan katanya, orang ini creepy dan ada rasa-rasa predator.

Wow.

Gua mau bikin 1 pernyataan untuk semua yang baca tulisan ini dan merupakan warga negara Indonesia, berkuliah di luar negeri, dan berusia dewasa: Coy, niat kita melancong itu untuk berjuang demi kehidupan yang lebih baik kan? Biar lebih pinter kan? Biar bisa dapet kerjaan bagus kan? Coy! Janganlah nambah pendapat dan kesan buruk untuk orang-orang seperti kita. Udah ada kan yang emang nakutin sampe kena kasus dan disidang. Kalo lu nggak tau apa yang gua omongin, gawat, coy! Kalo orang udah takut sama gua cuma karena kriteria yang gua sebut diatas, apa jadinya dunia ini? Orang mestinya takut sama gua karena gua keturunan Ambon. Shoutout untuk para penyanyi Ambon yang bikin reputasi kita naik, tapi di jalanan, orang Indonesia bagian Timur masih punya reputasi miring. Cukup itu aja yang bikin orang takut.

Gua mohon partisipasi kalian. Terima kasih.


Btw, untuk bagian akhir dari pernyataan gua, itu niatnya ngelucu gitu. Kalimat barusan bikin suasananya jadi awkward dan emang itu tujuan gua.


Yoho~