Minggu, 11 Oktober 2015

Side Story : Losing Faith In Humanity

YOYOYOYOYOYOYOYOYOY !
Selamat sore semua.
Postingan ini sebenarnya adalah siaran tunda karena gua mulai bikin draftnya sejak semalem, tapi belum selesai sampai saat ini.
.
Semakin hari, gua merasa semakin harus melawan keinginan untuk kehilangan kepercayaan pada kemanusiaan.
Masalah makin banyak, makin kompleks, makin banyak variabel bebasnya.
Huft aja dah.
.
"Ngerjain tugas bareng" lebih seperti "kerjain tugas gue, coy".
Konsep mengerjakan tugas bersama adalah mikir bersama, porsi yang sama, walaupun tingkat penyelesaian dan kelelahan otaknya berbeda.
Beberapa kali dalam hidup gua, gua merasa "sangat membantu" beberapa orang. Entah membantu, entah membabu. Gua menyadari ketika ada orang yang memang kurang mampu dalam suatu pelajaran. Gua akan (kadang-kadang juga sih) dengan senang hati membantu mereka. Gua menyadari ketika ada orang yang masih bingung dengan tujuan hidupnya. Lagi-lagi (kadang-kadang) gua akan membantu mereka.
.
Kenapa kadang-kadang ?
Karena pada beberapa kasus, "ketidakbisaan" itu adalah hasil dari "ketidakmauan".
Gua juga mengalami keadaan tidak bisa itu. Tapi, seperti manusia lainnya (mungkin), kita berharap seseorang memiliki kemampuan lebih besar atau sama dengan kita.
Sialnya, ada beberapa orang yang tidak bisa karena tidak mau.
Kita berangkat dari jalan yang sama. Kita lulus dari tahap pendidikan sebelumnya. Kita datang dari sekolah yang cukup favorit dan lulusannya terkenal menjanjikan. Kita masuk ke sekolah, sama-sama tidak tahu apa yang akan dihadapi. Gua yakin kemampuan otak kita sama. Masing-masing punya kelebihan atau kombinasi kelebihan yang unik.
Sekali lagi, sialnya, kenapa kadang-kadang tingkat pemahaman orang berbeda ?
Beda masalah hidup ? Bisa jadi. Beda latar belakang keluarga ? Mungkin. Beda cita-cita ? Sangat bisa.
Kenapa nggak, dengan segala keunikan tersebut, kita bisa tetap memahami hal yang sama dengan tingkat pemahaman yang sama, karena hal tersebut merupakan dasar sebelum kita hidup lebih baik lagi ?
Why not be awesome together ?
.
.
Masalah selanjutnya : Keselamatan berkendara yang sangat buruk.
Helmet = hiasan kepala. Kan ?
BUKAN PRET !
Helm adalah usaha lu untuk melindungi kepala. Gua pernah baca artikel (maaf sumber tidak terlampir) yang menyatakan bahwa helm SNI (Standar Nasional Indonesia) memang tidak bisa melindungi kepala dengan baik karena struktur yang terlalu kaku dan keras, tapi minimal lu pakai untuk menghargai hukum ! Inget pasal 3 UUD 1945 ! Negara Indonesia adalah negara hukum !
Mari langsung kita tempatkan seperti ini : Menghargai hukum adalah sebagian daripada iman. Hargai agamamu, hargai hukum.
Bahkan ketika kau tidak beragama, hargai hukum.
.
Selain helmet, kita bahas soal "pengaturan kecepatan".
Bukan masalah di bidang taknik, tapi memang tentang teknik. Teknik mengatur kecepatan kendaraan sesuai dengan kondisi jalan.
Kalau lu baru masuk ke suatu jalur dengan kecepatan sekitar 50 km/jam, maka lu harus berjalan secepat 30 km/jam. Masuk akal, jika akal lu rusak. Lu harus berkecepatan minimal 50 km/ jam pada keadaan normal (baca : hampir setiap saat) ! Jangan asal masuk ke jalur (biasanya sepeda motor yang kurang berpendidikan melakukannya. Bukan pengendara, tapi mesinnya.) dan berjalan lambat seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Hargai pengguna jalan lain ! Hargai dirimu sendiri ! Lu nggak mau kan dibilang, "Eh sial cepetan dong !", "Cepetan bro !", "B^%gs!!#@_ !". Lu adalah manusia berharga, coy. Minimal, dan seharusnya cukup, di mata Tuhan lu berharga. Jangan nodai kenikmatan itu !
.
Lagi.
Lampu sen.
Asal kata, mungkin sein (Bahasa Belanda untuk sinyal), mungkin sign (Bahasa Inggris untuk sinyal), mungkin signum (Bahasa Latin untuk sinyal).
Tanda.
Tanda datang sebelum kejadian utama tiba.
"Ah, aku melihat tanda-tanda bencana akan datang."
"Para ilmuwan melihat tanda-tanda akhir zaman."
"Telah muncul tanda-tanda ada hubungan diantara mereka !"
Tanda datang sebelum kejadian utama tiba.
NYALAKAN LAMPU SEN SEBELUM BELOK ! BERIKAN CUKUP WAKTU !
NYALAKAN LAMPU SESUAI ARAH BELOK !
BUKAN SAAT BELOK !
BUKAN SETELAH BELOK !
MATIKAN LAMPU SEN SETELAH BELOK !
Ungkapan yang gua ciptakan sendiri, " Lampu sen mencerminkan otak pengendara."
Jangan salah berkendara bila tidak mau gua hakimi di tempat.
.
Masalah lagi : Kesopanan dalam pesan singkat.
Gua mengalami suatu bentuk pendidikan dalam etika pesan singkat, terutama di masa awal perkuliahan. Kaderisasi membawa gua ke jalan yang sekarang gua tapaki ini.
Pada masanya, kakak kelas alias senior akan sangat seram dan menakutkan, sehingga gua akan menggunakan bahasa tersopan, tanpa takut membuang pulsa untuk sedikit kebaikan, dalam menghubungi senior lewat pesan singkat.
Sederhana. Perkenalkan diri di awal, Sebagai pembuat pesan yang baik, terutama ke orang yang belum dikenal, adalah sangat terpuji ketika kita mengenalkan diri lebih dulu. Jangan asal sok sudah kenal, sudah pernah ngobrol. Penerima pesan belum tentu tau nomor hp kita.
Sedikit latar belakang mungkin diperlukan. Bukan basa-basi-busuk. Sedikit penjelasan tentang maksud dan tujuan pesan mungkin membantu pemahaman si penerima.
Setelah itu, masuk ke inti pesan. Apa yang kamu inginkan ? Informasi apa yang ingin dibagikan ?
Terakhir, salam penutup. Salam sederhana akan cukup untuk menutup pesan kita. Sopan di awal, sopan di akhir.
Ini adalah bagian krusial dalam berpesan-singkat.
Gua, semester ini, menjadi asisten praktikum untuk suatu kegiatan lab. Gua harus menerima permintaan asistensi dari praktikan. Gua harus menyerahkan kontak gua, berharap dihubungi.
Kesimpulan : 40% pesan yang masuk bisa gua terima dengan kesan baik.
Hargai penerima pesan ! Kesan baik itu penting !
.
.
.
Masalah selalu ada.
Adalah hak kita untuk menyelesaikannya dengan cantik dan menawan.
Sekian buat kali ini.
SELAMAT MALAM SEMUA !!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar