Sabtu, 02 Desember 2017

Language Class Makes Me Remember

YOYOYOYOYOYOYOYOYOYOYOYOYO !!!
Bonsoir, mes amis!
Ca va ?
Est-ce que tout bien ?
Utilisez Google Translate si necessaire, s'il vous plait.
.
.
Hari ini, seperti hari-hari Jumat lainnya, gua ada kelas Bahasa Prancis.
Waktu baru masuk kesini, kemampuan berbahasa Prancis gua : Meh
Sejauh ini, kemampuan berbahasa Prancis gua udah jadi : Hmmmmmmmmmm kayaknya lumayan
Entahlah.
Kalau lu tau gua di dunia nyata, lu mungkin tau kalau gua "pintar di teori, lemah di praktek" dalam soal bahasa. Kalau lu nggak tau, *the more you know*.
Setidaknya itulah yang gua alami sampai saat ini.
.
Sejauh yang gua ingat, gua punya guru-guru bahasa yang super duper jago dalam bidangnya.
Gua udah lupa soal guru bahasa gua pas SD, sayangnya.
Gua cuma inget kalau di SD gua, pernah ada guru Bahasa Inggris hasil naturalisasi dari SMA yang dikelola yayasan yang sama. Doi punya kebijakan : Di sekolah, nggak boleh makan mi karena bikin bego. Setidaknya maknanya gitu. Entahlah.
Suatu hari, ada seorang anak yang tangkas dan pemberani kepergok makan mi sama doi dan VOILA! Menurut beberapa saksi ahli, doi "menempelkan cabai rawit ke mulut siswa tersebut secara paksa". Pemilihan kata yang bagus.
Mungkin lu komentar, "Waduh! Dulu di sekolah gua juga pernah ada yang semacam itu!" Kalau gitu, mungkin kita pernah 1 sekolah. Hai. Mungkin juga kita hampir seangkatan pas SD. Salam, kawan seperjuangan!
Mungkin lu komentar, "Gila gila gila parah banget tuh guru. Mestinya udah dilaporin aja tuh ke polisi!" Kalau gini, mungkin lu lebih muda dari gua, mungkin lu milenial, dan gua cuma bisa bilang bahwa kejadian-kejadian seperti inilah yang membuat gua dan kawan-kawan seperjuangan gua menjadi pemuda (mungkin beberapa udah tua) yang kuat dan tahan banting. Sejak SD, ancaman hukuman macam ini udah jadi makanan sehari-hari. Mungkin kita jadi anak yang "ayo sini kalau berani" dan jadi punya kulit badak atau "emoh. jauh-jauh koen" dan jadi menghargai otoritas.
Sebelum lu ngelaporin postingan ini karena "terlalu nge-judge", tolong dibenerin dulu pandangan lu. Tulisan gua ini emang "terlalu menghakimi".
Kalau lu nggak paham sarkasme, gua mohon maaf.
.
KENAPA KITA JADI NGOMONGIN GURU YANG INI!
.
Masuk SMP, gua dapet guru Bahasa Inggris yang super.
Beliau bernama, Mrs. Iis, kalau ingatan gua bener. Tapi gua yakin sih ingatan gua bener kali ini, soalnya beliau adalah, sampai saat ini, satu-satunya guru yang pernah manggil gua dengan nama panggilan gua dalam kegiatan belajar mengajar resmi.
Serius, gua pas kelas 3 SMP, gua dipanggil "Toto" di kelas.
Hah? Lu merasa kalau situasi ini familiar? Mungkin dulu kita sekelas, minimal sesekolah.
Kembali lagi ke guru gua.
Kedekatan emosional. Itulah yang guru gua pakai untuk memaksa gua ngomong di kelas.
Ngomong. Bicara. Mengucapkan kata-kata.
Kalau lu kenal gua di dunia nyata, satu hal yang khas dari gua sejak dahulu kala adalah : gua adalah bajingan pendiam.
Gua bajingan, dan gua pendiam. Yoi.
Kalau kata pepatah jaman dulu, butuh waktu 100 tahun lagi baru lu bisa bikin gua ngomong di kelas, baik itu untuk nanya, jawab pertanyaan, komentar, dan sebagainya yang mendukung kegiatan belajar mengajar.
Mari bersulang untuk guru gua, Mrs. Iis, yang manggil gua dengan nama panggilan gua di kelas.
.
Masuk SMA, gua dapet guru Bahasa Inggris yang bisa bikin gua ngomong di kelas juga & guru Bahasa Arab yang super suportif.
Bahasa Arab dulu.
Guru ini gua temui di kelas 1 SMA. Aaaaaaaaaaaah gua lupa nama beliau! Sayang sekali!
Bapak ini tadinya guru pelajaran Agama Islam, tapi di tahun ajaran baru itu, beliau dipindah tugas jadi ke pelajaran Bahasa Arab.
Yang gua sangat hormati dari beliau adalah fakta bahwa beliau menghargai perkembangan gua dalam mempelajari Bahasa Arab. Sebagai salah satu dari sekian siswa yang tidak beragama Islam, beliau paham kalau gua belum pernah nyentuh pelajaran Bahasa Arab dalam bentuk apapun sebelum masuk kelas.
=> FYI, pas SMP gua sering di dalam kelas aja pas ada pelajaran Agama Islam (sebagai satu-satunya siswa SMP di kelas yang non-muslim, guru inspiratif nan humoris, Pak Muhidin (WOOYEAAH!) membiarkan gua tinggal di dalam kelas ketika waktunya pelajaran.) dan alumnus SMP Negeri, sehingga minimal gua berpengalaman dalam memberi salam dengan Assalamu'alaikum dan Wa'alaikumsalam (maaf kalau ejaannya salah).
Balik ke pelajaran Bahasa Arab.
Sampai saat ini, Bahasa Arab masih jadi bahasa yang paling sesuai untuk gua tulis.
Kan dari kanan ke kiri tuh.
Kan gua kidal tuh.
Sedap.
Sekarang Bahasa Inggris.
Pas kelas 2 SMA, pelajaran Bahasa Inggris kelas gua ditangani oleh seorang guru bernama Mrs. Aliyah (seinget gua nama beliau itu).
Beliau memiliki metode khas untuk menangani gua di kelasnya.
Suatu hari beliau menanyakan apakah jawaban untuk pertanyaan yang beliau sebutkan. Seluruh kelas hening. Setelah beberapa saat, beliau melirik gua dan berkata, "Renato. Coba dijawab." Atau semacamnya, yang penting maknanya sama. Kemudian, beliau sambung dengan, "Emang, kalau Renato nggak disuruh, nggak akan jawab."
Touché.
Guru ini paham siswa macam apa yang beliau hadapi, bung!
.
Masuk kuliah, tahun pertama gua dapet Bahasa Inggris.
Gua inget guru yang satu ini karena nama beliau unik dan "berat" dan beliau adalah ketua dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Bahasa di kampus gua, pada jamannya.
Nama beliau adalah Mrs. Kartika Nuswantara.
Secara metode ngajar, biasa sih.
Masuk semester 8, sebagai bentuk persiapan gua untuk menghadapi perkuliahan di Prancis, gua ambil les Bahasa Prancis di kampus.
Gurunya bernama Mme. Latifah Nurahmi (barusan gua cek email untuk inget namanya. Serius)
Beliaulah yang mengajarkan dasar Bahasa Prancis buat gua.
Mesti gua akui, gua sering bolos kelasnya terutama karena kesibukan dan keasikan mengerjakan Tugas Akhir. Alasan lainnya adalah karena pada waktu itu, di Surabaya ada siklus aneh dimana hampir setiap hari Rabu dan Jumat, pada sore hari, akan hujan. Hujan = dingin = butuh kehangatan = yang bisa ngasih kehangatan, orangnya sering di labnya (eh), pada jamannya = gua di lab gua aja deh.
Kira-kira gitu.
.
Sekarang gua masih kuliah juga.
Q : Belom bosen lu belajar mulu?
A : Mau jawaban ngeselin atau serius?
Oke. Nyebelinnya udah.
Jawaban serius : setiap gua memasuki akhir masa pendidikan gua, pada jamannya, ada peluang belajar ke tingkat yang lebih tinggi dan ada dukungan untuk menerimanya dari para pendukung gua.
Sebagai bentuk rasa syukur dan rasa penasaran, gua ambil kesempatan itu.
Gitu deh.
.
Sekarang, guru Bahasa Prancis gua bernama Mme. Marine Puech.
Pertama kali gua ketemu beliau adalah pas tes lisan sebelum penempatan mahasiswa ke kelas di level yang sesuai.
Berbekal bantuan Google Translate, gua menyiapkan diri menjawab pertanyaan yang disajikan. Lumayan lah, ada bisikan-bisikan dari anak-anak yang udah selesai tes.
Sekarang, tinggal 3 pertemuan lagi sebelum libur akhir tahun.
Kalau gua jujur, harusnya gua udah jago Bahasa Prancis, untuk level gua. Harusnya.
Kalau gua jujur, kemampuan berbahasa Prancis gua belum beres. Udah ditunjukkan jalan mana yang benar, tapi belum berbuah.
Mon Francais est tres mauvais. En fait, aujord'hui, dans la classe, je n'ai pas parlé du tout autre que "Oui" ou "D'accord".
.
.
Itulah pengalaman gua dalam hal pelajaran bahasa.
Mengajar bahasa itu sulit dan ngeri-ngeri-sedap, tapi lu bisa jadi inspirasi dan membuka pintu bagi begitu banyak kesempatan untuk diraih oleh murid-murid lu.
Yaaa minimal namanya disebut di blog yang kurang bermutu dari salah satu siswa lu.
Kalau nama anda disebutkan dalam postingan ini dan anda tidak terima, tolong jangan report spam.
.
Untuk sekarang, itu dulu deh.
Gimana pengalaman belajar bahasa lu? Cerita dong.
Q : Emang pernah, lu tanya hal-hal kayak gini di postingan lu, terus ada yang jawab?
A : Soal "nanya", pernah ada yang jawab. Soal "nanya yang kayak gini", belom pernah.
Q : Terus ngapain lu tanya?
A : Mungkin kali ini ada yang jawab. Entahlah. Untuk para silent reader, mohon jangan jadi pengen jawab kalau lu emang gak pengen.
Ciao.
Merci et au revoir. Bonne nuit a tous!
SELAMAT MALAM SEMUA !!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar