Rabu, 24 Desember 2014

Talk Less Do More, Right ?

YOOYYOYOYOYOYOYOYO !!!
Apa kabar semua ?
Baik ? Aamiin dah ! Kalian luar angkasaaaa !
.
.
.
Kali ini gua mau cerita tentang kehidupan gua yang secara umum, bersifat pasif dalam hal berbicara.
.
Gua memang orang yang pendiam, lebih sering terlihat mendengar, atau bicara tapi ke yang gua kenal banget aja (bagi yang kenal gua). Kesannya mungkin sedikit misterius, aneh, diluar kebiasaan. Gua akui, ya. Gua memang diluar kebiasaan masyarakat.
.
Tapi bukan berarti ini terjadi tanpa alasan.
Masa kecil gua cukup "kelam" dalam hal berbicara. Bisa dibilang, gua "kapok" bicara banyak.
Gua tumbuh sebagai anak SD yang suka "menyumpahi" orang lain yang lagi bermasalah sama gua. Temen, tetangga yang sebaya, kakak gua. Mulut gua kotor waktu itu, gua akui. Kata-kata favorit gua ada 1, dan terlalu kotor untuk diumbar disini. Di sekolah sih gua jarang mengucapkannya, karena gua jarang bersosialisasi (bakat, kayaknya), tapi di lingkungan rumah, gua cukup diperhitungkan. Hasilnya, ibu gua bakal marahin gua dan "menyodorkan" cabe rawit ke mulut gua. Gua bakal nangis dan minta ampun. Selesai. Kasus ditutup. Butuh, kalau nggak salah, minimal 3 hari sebelum penyakit lama kambuh lagi dan cabe rawit mulai "bertebaran" lagi. Kalau bukan ibu gua, ya bapak gua yang beraksi. Alat andalan : sabuk alias ikat pinggang. Bapak gua sadar fashion, beliau selalu beli yang kulit. Minimal KW 2. Cukup kenyal. Tapi biasanya ini terjadi kalau gua udah kelewatan banget ATAU secara sial, gua bertingkah pas bapak gua udah pulang kerja. WOW. Cetar membahana, baik bunyi maupun serangan mentalnya. Serangan fisiknya ? Paling paha biru. Selesai. Gua nangis, kasus ditutup. Yang ini bikin gua kapok lebih lama lagi (pastinya).
.
Itulah beberapa alasan dasar kenapa gua memilih untuk mengurangi porsi bicara gua dan lebih memilih untuk berimajinasi liar. Lebih aman. Lebih tidak berdampak negatif.
.
Alasan lain ? Masuk SMP, kata-kata gua mungkin tidak lagi sekotor itu. Tapi yang jelas masih menyakiti hati, bahkan (menurut bahasa temen-temen gua) homo-an gua, cermin gua, sahabat terbaik gua pas SMP. Gua pernah, secara sadar, ngeledekin dia dengan memanas-manasi (bahasa gaul : ngecengin) dia dengan 1 cewek yang digosipkan suka sama dia. Gua lakukan itu dan alhasil, voila, dia marah ke gua. Pas ketemu, gua ditendang / dicakar / digebuk (dengan penuh emosi, dan tenaga cowok tentunya). Sakit ? Ya. Fisik ? Nggak sehebat sakit mental yang gua rasakan.
Pernah juga suatu kali, gua, secara sadar, main-main menjadi "penelepon salah sambung" ke rumahnya pake telepon umum di sekolah. Yang angkat telepon, ibunya. Gua ngomong dengan cukup cepat dan sambil menahan tawa, tapi intinya begini : "Anak ibu kami culik... bla bla bla... Ibu masuk Salah Sambung di *** FM." Langsung gua matiin. Hasilnya ? Dia sih kesannya woles, tapi wali kelas tiba-tiba masuk dan ceramahin untuk "tidak iseng ke orangtua". Nancep banget bro/sis. Keisengan gua ditanggapi serius dan bukan itu keinginan gua. Gua kelewat batas, dan gua lakukan secara sadar pula. Ngaco banget kan ? Itu gua. Pas SMP.
.
Dan akhirnya gua masuk SMA.
Disini gua akhirnya ketemu 1 cewek tertentu, spesifik, yang gua suka. Sebut saja, "dia".
Sialnya, mulut gua masih dalam tahap "bikin jengkel, sedikit menyakiti hati" pas baru masuk SMA.
Ya dengan segala ide gila di pikiran gua, segala kreatifitas yang "out of the box" tapi juga "out of the morality", gua (dan beberapa teman yang mendukung), membuat nama panggilan unik untuk teman-teman yang lain, tak terkecuali "dia". Dan lu kebayang lah hasilnya. Ya begitulah.
.
Brutal kan ?
Kacau ?
Diluar batas ?
Entah kenapa gua terpikir 1 motivasi lain.
Pemicu, asal mula dari otak sarkastik yang gua miliki ini.
Gua keinget, dulu, kira-kira pas gua SD sampai SMP, mayoritas orang yang gua tau beranggapan bahwa "gaya gua terlalu culun", "orang pinter itu kurang keren", bla bla bla, dll.
Mungkin itu yang ngecap dia diri gua. Di esensi hidup gua.
Mungkin gua pengen buktiin ke mereka bahwa gua, yang dulu terkenal "pintar", juga bisa sama brengseknya dengan mereka. Bahwa gua bisa, mengimbangi nilai bagus dengan kegilaan. Bahwa gua bisa mantap di pelajaran dan mantap di pergaulan. Mungkin gua pengen buktiin itu. Supaya akhirnya, gua bisa mengendalikan mereka. Gua bisa memimpin mereka. Gua bisa atur mereka. Biar mereka nggak sok lagi.
Mungkin gua pengen melakukan itu semua.
Tapi, kalaupun nyata, paling dampaknya cuma 35% doang. Sisanya tetep dari "penyelesaian" masalah yang gua alami pas gua masih hijau. Masih blak-blakan.
.
.
.
Akhirnya sekarang gua begini.
Curhat ke blog.
Sejak sabtu lalu, gua hampir nggak pernah ngobrol sama orang lain. Maksimal juga cuma 15 menit, kalau di total sampai hari ini.
Entah kenapa, gua merasa ada dorongan untuk tidak lagi mengecewakan orang-orang. Gua nggak mau menyakiti hati orang, terutama yang gua pedulikan dan gua sayangi. Orangtua, keluarga, temen. Dengan gua pasif, cukup menjawab apa yang ditanyakan, gua bisa mikir sejenak dan menentukan kata-kata terbaik yang bisa gua utarakan. Nggak ada lagi yang kotor. Nggak ada lagi sakit hati. Selesai. Kasus ditutup.
.
.
.
Sekian buat tengah malam ini.
SELAMAT TENGAH MALAM SEMUA !!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar