Selasa, 23 Agustus 2016

Side Story : Kekerasan Untuk Guru

Selamat datang.
Selamat siang.
GURU.
Digugu dan ditiru.
Dihormati dan dicontoh, kira-kira seperti itu.
Mestinya.
.
Berdasarkan pengalaman pribadi, guru itu ada banyak macamnya.
"Killer". "Mematikan". Merusak rapor (katanya).
Bisa jadi guru itu super baik hati. Sangat senang mengajarkan, biasanya kurang menilai.
Bisa jadi guru itu dihormati dan ditakuti pada saat bersamaan. Tugas-tugas yang melelahkan, tetapi penghargaan kepada siswa sangat bagus.
Bisa jadi guru itu sangat tradisional. Memberikan catatan secara lisan, tanpa siaran ulang.
Bisa jadi guru itu sangat modern. Memberi catatan dan tugas via media sosial. Kekinian.
Bisa jadi guru itu sangat tidak gaul. Tidak menerima dinamika kehidupan siswa.
Bisa jadi guru itu sangat gaul. Super trendy, gaya masa kini, pola hidup masa kini.
Banyak rasa. Banyak warna. Berbeda-beda tapi tetap satu jua.
.
Kita pinter, beres.
Kita bodoh? Gak masalah. Belajar!
Kita kalem dan baik-baik, guru tenang.
Kita bandel, guru tegur. Beres.
Beragam variasi siswa, tetapi tetap takluk oleh guru.
Keren.
.
Akhir-akhir ini, televisi marak memberitakan kasus-kasus yang melibatkan guru.
Mayortias mengatakan guru melukai murid, sehingga murid dan orangtuanya melukai guru sebagai balasan.
Gua sangat tidak ingin berkata kurang baik, tetapi gua belum menemukan respon terbaik untuk kondisi ini.
"Wahai siswa yang 'dilukai' guru, JANGAN JADI GOBLOK!"
Guru melukai siswa ? Gua gak sepenuhnya percaya.
Mungkin memang ada, beberapa orang menjadi guru dan menegur siswanya dengan kekerasan. Gua yakin ada yang seperti ini. Tapi sejatinya seorang guru adalah mengajar sekaligus mendidik siswanya agar jadi lebih baik dari dirinya.
.
Gua sendiri pernah mengalami 'kekerasan' oleh guru. Ditegur secara implisit sampai sakit hati, pernah. Dimarahi, pernah. Kekerasan fisik, pernah, oleh bapak gua sebagai guru pertama yang paling gua takuti dan hormati. Cambukan dengan ikat pinggang di paha dan sodoran cabe pedas ke mulut, pernah. Sedih, sakit hati, lelah, penat, malas, marah, semuanya pernah gua rasakan. Rasanya langsung tidak ingin berinteraksi dengan guru lagi.
Tapi sebagai siswa yang masih bodoh, gua akhirnya memahami kesalahan gua. Gua semakin baik dalam beberapa hal. Gua semakin hati-hati. Gua semakin berpikir sebelum bertindak. Rasa takut berubah menjadi rasa hormat. Kesedihan menjadi pengingat. Semuanya menjadi kenangan indah yang bisa diceritakan dan ditertawakan bersama teman-teman sambil berbagi pengalaman.
Lumayan. Gua pernah merasakannya.
.
Gua mengutuk kekerasan pada guru untuk membalas 'kekerasan' yang guru lakukan. Setiap ada berita macam itu di televisi, gua cuma bisa membayangkan rasanya diajar oleh guru dulu, dan betapa tidak pantasnya jika teguran-teguran yang gua dapat, gua balas lagi dengan kekerasan.
Guru juga cuma manusia. Ada keluarga, ada pekerjaan, ada penghasilan, kena pajak, bisa sakit, masih perlu belajar.
.
Peringatan kemerdekaan Indonesia belum genap seminggu yang lalu. Tolong jangan makin dinodai.
Guru itu keren. Gua sendiri kepikiran untuk jadi guru atau dosen, suatu hari nanti. Rasanya langsung jadi manusia paling mulia. Rasanya keren sekali bisa digugu dan ditiru.
.
Guru.
Digugu dan ditiru.
Tidak ragu dan tidak keliru.
Bisa jadi agak belagu dan mungkin saru.
Bertopang dagu, tatapan mata bagai peluru,
Agak lugu di lingkungan baru,
Tapi guru masih makan sagu dan ikan laut biru.
Setiap minggu bekerja penuh haru,
Mari nyanyikan lagu, bangkitkan suasana seru.
Demi guru.
Aku gugu dan aku tiru.
Aku tidak lagi ragu, tidak lagi keliru.

1 komentar :