Selasa, 28 April 2015

Side Story : Kekeluargaan VS Profesionalisme

YOYOYOYOYOYOYOYOYOYYO !!!
Mari kita lantunkan salam yang mempersatukan kita semua :
ASIK ASIK ! (jos)
Selamat pagi ! Salam tidur subuh !
.
.
.
Kekeluargaan.
Profesionalisme.
2 kata ini sedikit banyak mengganggu pikiran gua. Meracuni kegiatan gua sehari-hari. Punya potensi merusak jadwal yang sudah gua rancang sedemikian rupa untuk tetap "serius tapi santai".
Makanya gua terinspirasi untuk sedikit membahas ini.
.
Untuk meningkatkan wawasan (ajegile), gua udah mencari definisi dari profesionalisme dan kekeluargaan di kbbi.web.id .
.
kekeluargaan/ke·ke·lu·ar·ga·an/ n perihal (yg bersifat, berciri) keluarga: menyelesaikan perselisihan secara ~
profesionalisme/pro·fe·si·o·nal·is·me/ /profésionalisme/ n mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional: -- perusahaan kecil perlu ditingkatkan dl waktu belakangan ini.
.
Tambahan beberapa info lagi, dari beberapa halaman di internet.
Seorang profesional adalah seseorang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Profesional)
Kekeluargaan adalah interaksi antar manusia yang membentuk rasa saling memiliki dan terhubung satu sama lain,
(http://srikandimenggugat.blogspot.com/2013/09/kekeluargaan-pisau-bermata-dua.html)
.
.
Dari berbagai definisi diatas, mengenai "menerima gaji" bisa diabaikan karena yang mau gua bahas bukan mengenai profesionalisme yang seperti itu, tapi lebih ke "sesuai dengan protokol dan peraturan" aja.
.
Nah.
Dari berbagai definisi diatas, kita udah punya gambaran tentang 2 hal ini.
2 hal ini, menurut gua, tidak bisa dijalankan dengan baik dan benar secara bersama-sama. Dalam kekeluargaan, sebagai suatu "keluarga", ada poin menghargai dan menghormati sesama anggota keluarga. Bisa disingkat ke 1 kata aja, "Toleransi". Kalau salah, ya dibimbing ke arah yang benar. Kalau benar, ya diapresiasi dan diingatkan biar bener terus. Dalam profesionalisme, nggak ada toleransi coy. "Sesuai protokol dan peraturan". Logika biner. Benar atau salah. Hitam-putih, tanpa abu-abu. Tidak ada toleransi. Salah => hukuman. Benar => apresiasi.
.
Itulah yang saat ini mengganggu gua.
Dalam salah satu dari sekian banyak dunia yang gua alami saat ini, 2 kata ini saling beradu.
Kadang-kadang malah jatohnya kayak ngajak berantem gitu.
"Kita kan keluarga...."
"Peraturan adalah peraturan..."
.
Menurut gua, dari pengalaman hidup di keluarga bapak gua selama ini, logika bisa dibantah atas dasar "itu nggak nyaman kalau diberlakukan" atau "itu merugikan satu pihak" dan semacamnya. Pengertian. Bapak gua selalu menerapkan "apa yang anak-anak mau" kalau ngajak makan diluar rumah. Bahkan kadang karena terlalu perhatian ke anak, pendapat ibu gua dinomorduakan. Emosi bermain disitu. Nggak sepenuhnya memakai logika. Seperti kata AgnezMo, "cinta ini kadang-kadang tak ada logika", di dalam keluarga yang pastinya ada "cinta" dan "kasih", logika bisa diabaikan.
.
Gimana kalau logika juga dimainkan disitu ?
Berantem dia.
Logika gak ngenal perasaan. Hidup-mati.
1 AND 1 = 1
1 OR 0 = 1
0 NOR 0 = 1
Yaudah. Kelar. Gitu aja.
Tanpa penawaran. Tanpa pengertian.
Bahasa bekennya : Stick to the rules.
Dan yang pasti, di dalam peraturan, nggak ada "kepentingan tertentu". Semua objektif. Nggak ada "perasaan". Kaku ? Mungkin tidak. Tapi yang pasti, kalau udah ditetapkan dan diberlakukan, ya mesti ditaati dong.
Nggak pake helm pas naik motor => ditilang, atau mungkin lolos dengan tumbal 50 ribu.
Kelar. Gitu doang. Gak pake alasan "saya lupa pak. mohon pengertiannya" atau "helm saya baru dicuri pak, saya aja masih panik !" dan semacamnya. Polisi bakal memegang teguh prinsip hukum yang berlaku. Tanpa kompromi (kecuali dengan duit kali ya). Tanpa emosi. Tanpa kekeluargaan.
.
.
Jadi, yang mau gua sampaikan adalah : jangan mencampuradukkan kekeluargaan dan profesionalisme. Gak iso le. Kon usaha koyok opo yo tetep gak iso. Nggak sinkron. Nggak bisa bersatu.
Walaupun begitu, bisa berdampingan. Tetapkan batas-batas yang jelas, biar kausal dan bisa dinyatakan. Harus dibatasi, biar jelas mana sisi yang harus kekeluargaan, yang boleh bertumpahkan lautan emosi, dan mana sisi yang 100% profesionalisme, dimana kelalaian tidak ditolerir.
.
.
.
Sebagai penutup, pesan terakhir dari gua sekaligus menegaskan kembali pendapat gua, kita sebagai manusia yang katanya "beradab", tidak seperti pisang yang katanya punya jantung tapi nggak punya hati, harus bisa menempatkan "kekeluargaan" dan "profesionalisme" pada ruangannya masing-masing. Jangan dicampur. Ibarat mencampur air dan minyak. Dunia tidak semudah itu. Batasi, lakukan yang terbaik dalam batas tersebut.
.
Sekian dari saya.
SELAMAT PAGI SEMUA !!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar