Rabu, 13 Agustus 2014

Thoughts of Yesterday And Now

YYOYOYOYOYOYOYO !!!
Wazzup ?
Doin' cool ?
Me, not so. But quite well.
.
Jadi kali ini gua mau bahas kenapa gua bikin postingan lepas tengah malem (lebih parah dari sebelumnya).
Nggak jadi deh.
Lupakan. (Ini karena habis nonton film)
.
Jadi, gua mau bahas keseharian gue kemaren.
Bangun pagi jam 8, bales sms temen yang ngajak gua buat ekivalensi (kalo nggak ngerti, cek aja di postingan sebelumnya, atau mungkin sebelumnya sebelumnya), eh pas pulsa abis.
Gua siap-siap dan jam 9 lebih baru bener-bener siap ke kampus dengan membawa tas punggung a.k.a backpack berisi berkas yang mau dikumpulin dan jaket hujan buat jaga-jaga (sedia payung sebelum hujan... kayaknya ada yang salah...). Gua kumpulin berkas gua (dan temen gua yang nitip) lalu langsung ciao (maksunya pergi) ke kos lagi (MAIN KITA !).
Tiba-tiba, gua mendapat ide.
Gimana kalau nonton film aja ? Bakalan asik tuh.
Jadi gua nonton film, lewat laptop.
Divergent. (nggak gua kasih sinopsis. kalo lu belum nonton, tontonlah sendiri, gua rekomendasikan banget)
Singkat cerita, jam 11 malem.
Gua kepikiran.
Ayo film lagi ! Biar afdol. Dan gua pun nonton film.
Memento. (no sinopsis will be given, watch for yourself)
.
Dan itulah kisah gua (bagian siang sampe malem gua lewat karena dipenuhi dengan permainan, internetan, ngobrol bareng temen gua aja) kemaren yang menuntun gua ke saat ini.
Lepas tengah malem, tanpa menguap (ngantuk) dan pengen nulis sesuatu di blog.
Tepat pada saat itu, otak gua memberi suatu kesimpulan (disadur dari 2 film yang gua tonton itu).
.
Nggak masalah kalau lu "beda" dalam berbagai pengertian. Lu tetep bisa berbaur. Bertahan hidup. Menyesuaikan diri. Memperjuangkan kebenaran diatas kebaikan.
.
Memori itu penting. Mengingatkan akan tujuan. Alasan lu melakukan berbagai hal. Kenapa lu jadi seperti ini. Apa aja yang udah lu mimpikan, harapkan, lakukan, perjuangkan. Tapi diatas itu, kebenaran lebih penting.
.
Ada titik temu diantara 2 paragraf diatas. Gua nggak melakukan keduanya dengan tepat akurat.
Terkadang gua merasa perbedaan itu menjauhkan. Membuat lu terkucil di tanah sendiri. Kesepian di tengah pesta yang lu buat. Sendiri di tengah keramaian. Gua mengingat beberapa hal penting, dan lebih banyak hal yang tidak penting. Hal yang sejatinya adalah untuk dilupakan. Dihilangkan dengan kesibukan lain. Sialnya, gua gagal. Gua memutuskan untuk nyimpen itu. Kenangan akan "seseorang" yang sekarang rasanya begitu jauh. Di mata dan di hati. Secara logis, tersusun atas premis-premis, semua yang udah gua lakukan sejak gua memulainya, inilah yang pantas buat gua. "Dia" jauh. "Dia" menjauh. "Dia" dengan yang lain. Logis. Sejak gua memulainya, gua belum pernah mengakhirinya. Apapun ending dari ceritanya, gua terlalu takut untuk menghadapi ending tersebut. Sial. Gua ngerasa kayak setitik garam didalam toples, di sudut dapur yang berdebu, di rumah seseorang, di negara yang nggak bakal dia kunjungi. Gua berasa, tapi nggak bakal nyampe ke "dia". Woanjir. Lebih sialnya. Dalam kenyataan dimana gua nggak bakal sampe ke ending bahagia, otak gua tetep nyimpen harapan itu dan tidak cukup kuat untuk memberi sugesti ke badan gua untuk bertindak. Menurut gua, nggak bakal ada orang yang nyaman dengan keadaan begini, kecuali gua mungkin, dengan segala "perbedaan" yang gua miliki. Gua berharap bisa sama, tapi nggak bisa sama. Nggak bakal bisa sama. DIpaksain juga nggak bakal. Mirip pun susah. Sekilas mirip tetep susah. Ibaratnya persamaan gua 2X + 1 dan "dia" 2X + 3. Rasanya selalu deket. Tapi nggak bakal berpotongan. Mungkin bakal berpotongan, kayak misalnya gua itu 2X + 1, dan dia -0,5X + 1. Berpotongan sekali (mungkin ya pas SMA itu), sisanya nggak bakal lagi. Menjauh, ya, secara kontinu.
.
Bisa gini.
Pengen tidur, malah kepikiran begini.
Sial juga.
Mungkinkah gua bakal jadi gila karena terpaku di masa lalu ? Masalahnya, gua udah cukup gila untuk tetep hidup melihat ke depan. Dan secara ajaib, kegilaan gua-lah yang mendorong gua selama ini untuk menggapai hal-hal yang bisa gua lihat sekarang.
.
Ya inilah hidup.
Berputar seperti roda katanya.
Indah, pada beberapa momen.
Sedih, pada beberapa momen.
Bingung, sering.
Marah, lu nggak bakal bangga bisa bikin gua marah. Makanya jangan.
Nangis ? Gua minimalisir sebisa gua. Cukup sulit, pada punch-line yang tepat.
.
Sekian dulu deh untuk saat ini.
Kalau lu baca sampe sejauh ini, dan kalau lu mau, gua nggak maksa (gua bahkan nggak tau kalau lu baca ini), doain gua bisa jadi "garis yang berhimpitan sama dia", yang persamaannya sama. Bukan mirip, bukan persis, bukan dekat, tapi sama. Dalam benang merah yang sama pada akhir perjalanan gua dan "dia", perjalanan "kami". Dan kalaupun emang hakikatnya gua nggak bisa berhimpitan bareng "dia", doain supaya gu bisa sadar, bahwa selama ini, atau di masa depan, gua "dalam benang merah yang sama" dengan "dia yang lain", yang juga spesial dan mau menyongsong kalimat penutup biografi gua bareng gua.
Aamiin.
Semoga cerita gua ini memang bagian dari rencanaNya. Aamiin.
.
Sekian dari gua untuk kali ini.
SELAMAT PAGI SEMUA !!!

Tidak ada komentar :

Posting Komentar