Kamis, 24 Desember 2020

gua pengen cerita tentang kegagalan gua di penyisihan olimpiade matematika x29

 Yo.


Gua pernah sih ceritain ini, tapi gua mau nyeritain lagi.

Gua emang lagi kehabisan ide karena udah semangat liburan. Liburan gua isinya banyakan bengong doang sih, tapi kalo lu gua, lu tau kalo bengong itu perlu tenaga dan keyakinan kuat.


NOSTALGIA!

Sejak masuk SMA, gua dikenalkan ke dunia yang namanya "olimpiade mata pelajaran". Sejak kenal, gua udah yakin kalo dunia itu bukan untuk gua. Alasan utama adalah gua sangat sangat tidak kompetitif. Mungkin lu akan bilang, "Tapi lu kan pernah ikut lomba scrabble kategori ganda tingkat kota(?) dan dapet juara 3?" Bener, gua pernah begitu, tapi gua ikut karena "disuruh" ketua English Club waktu itu (gua emang anggota ekskulnya) dan gua lagi keranjingan main scrabble. Kalo lu perhatikan kalimat barusan, lu juga tau kalo gua nggak punya inisiatif. Menawarkan diri bukanlah sesuatu yang natural untuk gua, dan gua masih sangat pasif waktu itu.

Seiring kehidupan berjalan, gua jadi tau sebaran dan beberapa identitas anak-anak yang "langganan" olimpiade mata pelajaran. Setau gua sih, waktu itu nggak ada yang gua kenal banget. Nah, kalo nggak salah, waktu gua lagi dirawat karena DBD, ada semacam seleksi/pertemuan awal untuk anak-anak yang kira-kira bisa jadi perwakilan sekolah gua untuk olimpiade tersebut, khususnya mata pelajaran Matematika. Cuma Matematika yang penting, karena gua akhirnya ngikut babak penyisihannya.

Sebutlah 1 minggu setelah gua balik ke sekolah. Gua bisa dibilang udah hampir fit seperti sebelum diopname. Sebagai anak yang waktu itu udah terlatih untuk hidup dengan mengeluarkan sedikit energi kecuali terpaksa, mungkin gua nggak keliatan kalo belum sepenuhnya bugar. Hari itu, sore sepulang sekolah, gua dapet SMS dari seseorang (bukan "seseorang") yang ngaku sebagai salah satu siswi yang dipilih(?) untuk ikut olimpiade Matematika.

"Renato, bisa gantiin gua nggak?" Tanya dia. Mungkin kata-katanya bukan gitu sih.

Gua nggak punya alasan untuk nolak, jadinya gua iyain aja. Nggak mungkin kan gua bilang, "Maaf nih, gua nggak bisa ikut karena nggak akan niat ikut lombanya karena gua nggak kompetitif."

Gua nggak nanya lebih lanjut sih kenapa dia nggak bisa ikut olimpiadenya, tapi seinget gua dia nggak nulis alasan jelas kenapa dia nggak bisa ikut. Mungkin seharusnya gua nanya. Seenggaknya hal itu jadi pelajaran penting untuk gua di masa-masa yang akan datang.


Besoknya, sepulang sekolah, sesuai instruksi dari siswi tersebut, gua dateng ke suatu ruang kelas karena katanya tim olimpiade Matematika ngumpulnya di situ. Di situlah, gua ketemu dengan salah satu kenalan gua, Novi, dan dikenalkan dengan 2 orang baru, Bang (seenggaknya waktu itu gelarnya masih ini) Noadi selaku mentor/pengajar/pelatih dan Ngesti selaku salah satu anggota tim. Tiap mata pelajaran diwakili 3 siswa/siswi, ternyata. Mulai hari itu, selama 3 hari (sisa waktu untuk persiapan olimpiadenya tinggal segitu aja), gua dicekokin cara-cara ngerjain soal-soal Matematika dengan tepat dan, yang lebih penting, cepat. Gua lumayan tertarik sih ngikutin persiapannya, terutama karena gua jadi tahu trik-trik tertentu yang katanya biasa diajarin untuk anak-anak yang ikut bimbel. Sebagai anggota grup sekolah-pulang-sekolah-pulang, ini hal baru buat gua. Dengan bekal 3 sesi persiapan, niat, dan kesadaran kalo gua nggak akan punya performa yang bagus, tibalah hari babak penyisihan olimpiade.

Kebetulan(?) acaranya ada di sekolah gua, jadinya ya gua kayak berangkat biasa aja. Kalo nggak salah, sialnya hari itu hari Sabtu. Gua lupa susunan acaranya kayak apa, tapi gua inget kalo ada 2 sesi "ujian", yang satunya biasa aja dan yang satu lagi ada poin negatif kalo salah jawab, kalo nggak salah. Gua nggak punya opsi lain selain berusaha ngejawab tanpa rasa bersalah aja. Gua yakin kalo gua nggak akan dapet nilai paling bagus, jadi apa salahnya kan?

Seinget gua, waktu hasilnya diumumin, gua dapet peringkat antara 40an-60an dari ratusan (mungkin 100?) peserta olimpiade Matematika waktu itu. Gua bangga dong. Dengan 3 hari persiapan, hasilnya ternyata lumayan juga, minimal buat gua. Karena gua udah bangga, gua sudah siap menutup karir gua di olimpiade mata pelajaran SMA. Hari itu adalah hari terakhir gua berurusan dengan olimpiade. Setelah penyisihannya selesai, seinget gua, gua langsung pulang aja.


Gua sudah melakukan hal yang (setelah gua di-SMS oleh seseorang untuk ikut) gua harus lakukan. Waktunya gua istirahat. Gua pulang dan kehidupan berlanjut.

Yoho~

Tidak ada komentar :

Posting Komentar